Selasa, 18 November 2008

The Truth Hurts

Hal apa yang membuat kita sulit untuk mengatakan yang sesungguhnya kepada orang lain? karena malu?? atau kejujuran itu menyakitkan, menakutkan dan mengecewakan?? kalau malu mungkin bukan merupakan suatu alasan utama yang membuat orang menjadi tidak jujur , karena urat malu masih bisa di ulur atau ditahan, sedangkan rasa takut adalah suatu perasaan yang dimiliki setiap orang yang membuat orang tersebut menjadi gugup, keringat dingin dan bahkan kepala terasa berat dan merasa tidak berani untuk menghadapi sesuatu.

Rasa takut untuk mengatakan sesungguhnya… rasa takut akan kenyataan yang akan dihadapi dari sebuah kejujuran, takut di caci, takut maki, takut di hina (judge), atau bahkan terlebih takut ditinggalkan dari orang-orang sekitar mereka yang mereka sayangi (teman, sahabat, pacar, terlebih keluarga).

Jika hal-hal diatas merupakan harga sebuah kejujuran, perlukah seseorang untuk mengatakan sejujurnya??Dengan alasan “dari pada gak enak, mending gak udah bilang” atau “kalo gw ngomong ama dia, ntar dia malah putusin gw lagi” gimana donk??. Semua menjadi serba salah… TAPI, dengan tidak mengatakan sejujurnya kadang hubungan (pertemanan, percintaan) memang mungkin menjadi lebih langgeng dan hanya salah satu yang memendam rasa kejujuran itulah yang merasa bersalah atau bahkan takut kebenaran akan terungkap dan ia akan menhadapi kenyataan yang lebih berat lagi.

Tapi…

Ketika kejujuran diungkapkan sebelum orang lain tersebut mengetahui, kita (sebagai orang yang hanya ingin jujur) tetap saja mendapatkan “harga dari sebuah kejujuran” yaitu di caci, di maki, di hina, ditinggalkan… atau bahkan dia akan mengatakan “gak apa-apa, karena kamu udah jujur”. Itulah masalah sesungguhnya. Ketika dia mengatakan “tidak ada apa-apa”, justru itulah saat dimana dia juga “tidak jujur” kepada kita, tidak jujur bahwa dia marah, tidak jujur bahwa dia kesal akan perbuatan “ketidakjujuran kita”, terlebih mungkin dia akan meninggalkan kita diwaktu yang tepat… tidak ada yang tahu kapan waktu itu akan datang.

Jadi… apa solusinya?

Tetap mengatakan yang sejujurnya kepada orang tersebut daripada menyembunyikan hal itu darinya? Mengatakan bahwa kita mencintai dia? Mengatakan bahwa kita telah membohonginya? Mengatakan bahwa kita telah bermain dibelakangnya? Tapi… siapkah kita dengan harga yang harus kita bayar?? Atau kita berpegang prinsip “setelah apa yang terjadi, kita harus siap menghadapi sendiri akibatnya?”

Sebagai manusia dewasa (manusia yang sudah bisa berpikir secara akal sehat, logika dan rasional) hal seperti ini bukan merupakan sesuatu hal yang mudah, apalagi setiap orang berhubungan dengan ego dan harga dirinya masing-masing. Setiap orang selalu ingin tampil “sempurna” dimata orang lain, tampil “indah” dan “tanpa cela” di hadapan orang lain, tapi apakah dengan itu berarti kita juga membohongi diri sendiri untuk tidak jujur?

Ada dua hal yang mungkin menjadi perenungan, lebih baik kita jujur dengan segala resikonya, tapi hati tenang karena tidak ada yang di pendam atau “diem ajalah” tidak di caci, di maki atau ditinggalkan, namun hati tidak tenang karena ada yang simpan dalam hati dan ego menjadi terusik.

*seneng rasanya udah jujur dengan segala hal yang di pendam…